Wednesday, July 26, 2006

Bumi manusia

Inilah kisah bumi manusia. Kisah yang bermula pada masa itu. Jutaan tahun yang lalu. Tepatnya ratusan juta tahun yang lalu.

Saat bumi belum seperti ini. Saat itu bumi masih satu benua dan belum ada lautan. Saat itu yang ada hanya benua Pangaea.

Lalu, benua besar bernama Pangaea itu bergerak, bergeser dan memecah dua hingga terciptalah lautan Tethyan. Sejak saat itu Tethyan memisahkan dua benua pecahan yang masing-masing dinamakan; Laurasia dan Gondwanaland.

Baru setelah puluhan juta tahun kemudian benua-benua itu terpecah lagi penjadi benua-benua lebih kecil dan pulau-pulau hingga seperti gambaran bumi saat ini.

Gondwanaland pecah menjadi Afrika, Antartika, Amerika Selatan, Australia, Semenanjung India, Arabia dan lain-lain. Sedang Laurasia pecah menjadi Amerika Utara, Greenland, Eropa dan bagian Asia yang sekarang terletak di Utara pegunungan Himalaya.

Bukan, petikan di atas bukan pembuka kisah Lord of the ring-nya Tolkien. Itulah cerita tentang bumi yang bergerak dalam benak Alfred Wegener. Wegener awalnya adalah seorang peramal cuaca yang kemudian jatuh cinta pada geologi.

Ketika ceritanya tadi dan gagasan-gagasannya tentang kerak bumi yang bergerak disampaikannya dalam ceramah ilmiah di New York tahun 1923 di hadapan para ilmuwan terkemuka Amerika masa itu, hampir seluruh hadirin mencerca dan menghinanya.

Saat diumpat “Terkutuk betul”, Wegener bisa merasakan apa yang dialami Galileo Galilei semasa hidupnya. Bahkan cemooh dan cerca itu masih ikut terbawa saat Wegener mati muda di Greenland yang dicintainya.

Tentu saja cerita itu bukan saya yang karang. Ini sekedar penggalan dari sebuah buku yang sangat menarik; Krakatau (Ketika Dunia Meletus 27 Agustus 1883) karangan Simon Winchester. Agak berat di beberapa bagian, tapi buku ini beneran menarik.

Buku ini menarik buat saya, karena membuat saya tersadar bahwa “bukan kita belajar tentang bumi, tapi bumilah yang mengajari kita”.

Meski beberapa orang punya visi, imajinasi dan kecerdasan untuk bisa memahami apa yang terjadi dan yang akan terjadi pada akhirnya peristiwa alamlah yang memberi bukti sekaligus memberi pelajaran.

Sebenernya Galileo sudah bilang kalau bukan bumi pusat tata surya. Tapi baru setelah ratusan tahun fenomena alam, baru orang percaya bahwa Matahari-lah pusatnya.

Sebenernya gempa bumi sudah sering ada di Indonesia. Tapi baru setelah frekuensinya lebih sering dan akibatnya lebih masif, kita lebih mewaspadai dan lebih mau memahami gempa.

Sebenarnya sebelum Krakatau banyak gunung yang meletus lebih dahsyat. Letusan gunung super volcano Toba Samosir jutaan tahun lalu bahkan diyakini sebagai pemicu perubahan evolusi alam dan manusia karena efeknya yang seantero jagad. Tapi, baru dari peristiwa Krakatau-lah kita bisa lebih seksama mencatat dan mempelajari tentang efek letusan gunung yang getarannya terasa hingga Inggris itu.

Sebenarnya laut surut adalah fenomena harian bagi masyarakat pesisir. Tapi kini ada pengecualian untuk laut surut tiba-tiba setelah gempa. Karena 15 menit kemudian tsunami akan datang.

Dulu orang masih cengangas cengenges saat gempa. Kini ada iklan radio bagaimana menyelamatkan diri dari bencana itu.Bahkan ada siaran percobaan di TV untuk peringatan dini bagi masyarakat saat terjadi bencana.

Dulu ilmuwan paling terhormat di Amerika mencemooh Wegener karena pemikirannya tentang kerak bumi yang bergerak. Kini, dalam obrolan warung kopi pinggir jalan sekali pun jangan kaget kalau kita dengar orang ngomong, “Oooh gempa kemaren itu..... itu khan karena itu lho...eee.. gerakan lempeng tektonik Cimandiri kalo gak salahi”.

Bukan kita yang tiba-tiba jadi lebih hebat atau lebih pintar karena istilah-istilah itu. Bukan. Bumi dan Sang Pengatur Semesta kita inilah yang punya kepintaran alami dalam mengajari kita.

Bukan kita belajar bagaimana alam bekerja. Tapi alamlah yang mengajari bagaimana ia bekerja.

Sungguh arif orang tua kita dahulu yang telah mewariskan kalimat yang sangat indah ini; “alam berkembang menjadi guru”.


*dikutip dan diinsipirasi dari buku Krakatau (Simon Winchester) dicampur peristiwa tsunami Pangandaran, gempa yogya, issue gempa di Jakarta antara jam 14-15.00, bukunya Pramoedya de el el.