Siang tadi saya makan siang di Pasaraya dengan teman-teman Lowe, kantor saya dulu. Berdelapan kami makan di satu meja. Setelah makan diselingi gurauan kecil, setelah perut kenyang, setelah rokok mulai disulut, setelah ngobrol ngalor ngidul, setelah entah gimana kelima cewek-cewek itu pergi sebentar belanja ini-itu, tersisa kami bertiga; saya, Pepson dan Roy. Pepson seorang copywriter yang kuliahnya teknik penerbangan dan belakangan sedang memberi perhatian lebih pada soal bahasa. Tulisannya dimuat di Intisari disamping buku fiksinya yang katanya tak seberapa memberinya uang royalty. Roy, belum lama jadi copywriter setelah memutuskan meninggalkan bidang sebelumnya; account planning. Konon dulunya dia juga seorang demonstran yang tangguh.
Lalu, kami bertiga ngobrol ngalor-ngidul lagi. Dari soal film nasional yang nggak juntrung ke soal teater Indonesia yang sepi peminat, dari soal advertising award ke soal orang kreatif iklan yang kurang minat membaca. Biarpun diantara kami sempet ada yang bilang nggak usah ngomongin iklan, tetep aja obrolan soal iklan keluar juga.
Saya suka dengan obrolan siang itu, saya suka dengan kedua teman saya yang harus saya kategorikan sebagai true believers sebagai orang iklan. Dari mereka berdua, saya melihat kepercayaan yang besar bahwa masyarakat kita semakin cerdas dan makin apresiatif mencerna iklan-iklan Indonesia terkini. Mereka percaya bahwa sebuah iklan adalah sebuah hasil kerja tim yang bekerja dengan knowledge yang mendalam tentang produk dan khalayaknya. Mereka percaya untuk mengenal khalayak yang sesungguh-sungguhnya, orang iklan harus kenal betul bagaimana mereka hidup. Mereka percaya bahwa seorang insan kreatif iklan harus memperkaya dirinya dengan membaca, bergaul dan mengamati. Mereka percaya, bahwa bagaimana mau ngomong sama kelas bawah kalo pengap, rawan, susah dan serunya naik bis Patas (yang tidak cepat dan tidak terbatas) kita nggak pernah tau rasanya? Mereka percaya bahwa semakin kaya isi kepala dan isi hati seorang insan kreatif iklan makin banyak pula ide-ide segar yang mungkin bisa dihasilkan. Dan salah satu hasil dari semua itu, kita bisa memenangkan award-award festival iklan tingkat dunia.
Bukan hal-hal baru yang kami bicarakan sebetulnya. Tapi, senang rasanya melihat masih ada teman-teman yang punya ‘iman’ sebesar itu. Lebih senang lagi, karena saya merasa mereka cukup berjihad demi iman itu dalam keseharian kerja mereka. Dan saya yakin, yang punya iman seperti itu bukan cuma mereka berdua.
Terima kasih teman, karena siang tadi saya pulang ke kantor dengan dengan perut kenyang dan mata berbinar-binar. Aaaah...masa depan periklanan Indonesia tak pernah kulihat secerah ini...hehehehehhee.
Kado Untuk Indonesia
8 years ago
7 comments:
jadi pengen makan siang ama lo Ja
Beberapa waktu lalu Jaja pernah merendah tentang profesinya sebagai copywriter dengan berkata:
"Yah.. bisa gua cuma ini. Bikin iklan yang bagus."Sekarang gua percaya. Sepenuhnya.
Wah, jangankan makan siang Yog. Bobo siang aja gw jabanin koq.
Dik...wah gawat nih! Orang sesumbar malah dibilang merendah, eh dipercaya lagi. Gak ada yg bisa gw bilang kecuali..."Imaaaaa tu tu". Horas!
tolong bilangin Roy, yg fokus gitu. petinju iya, boxer iya, tim pencari fakta iya, planner iya, sekarang writer...trus, jgn sok anak gaul gitu dong dandanannya. kok jadi elo yg gw marahin ya? :P
Yah tolong dimengerti lah Pronk, namanya juga orang mencari identitas diri hehehehe. Loe kejam juga yah, tampang kayak gitu loe bilang kayak anak gaul.
waaaah!! pak guruuu!!
--hormat ke pak guru
Post a Comment