Semalam saya skak-mat oleh Rara, putri saya yang 5 tahun bulan depan. Setelah berdoa bersama, saat mata saya sedang ngantuk-ngantuknya menemani dia tidur, eh dia nanya satu set pertanyaan yang tak bisa saya jawab. Rara biasa nge-trick supaya gak langsung bobo dengan mengajak saya ngobrol atau mengajukan pertanyaan pada saya. Tapi pertanyaannya semalam saya gak mau asal jawab. Karena saat menjelang tidur adalah saat-saat gelombang pikiran sedang reseptif-reseptif-nya. Asal jawab bisa membekas selamanya di benaknya. Kebayang kan efeknya kalau jawaban kita ngawur. Atau kebayang kan akibatnya kalau kita main asal jawab dengan nilai atau keyakinan kita yang juga sering gak jelas pemahamannya. Oh ya, karena dia terbiasa ngomong Enggris nanyanya juga pakai bahasa Enggrisnya yang ya gitu deh;
- “Dad, how God make colors?
- “Dad, why people get sick?”
- “Dad, why dinosaurs dead?”
- “Dad, how we make bones?”
Saya mengulang dua kali pertanyaannya sambil bergumam sambil mencoba menjawab atau setidaknya mencari ide bagaimana harus menjawab pertanyaannya. Sesekali saya bilang dengan nada bangga tentunya, “Hey Ra, you really have such an important question.” Sambil berkata begitu saya mencoba melihat tatap matanya. Bener lho, dia serius nanyanya. Saya juga bilang ke dia dalam bahasa Inggris yang sama belepotannya, “Ra, I’ll promise you to find the right answer. Or at least I hope you’ll find the answer someday”.
Malam ini saya berjanji pada Rara melanjutkan obrolan seru semalam. "Semoga Papa bisa pulang on-time ya Rara."
Kalau ngomong pakai bahasa Indonesia Rara manggil saya Papa, kalau Enggris-nya keluar dia manggil saya otomatis Daddy. Gaya deh Rara.