(Tulisan dimuat di Majalah Cakram edisi Januari 2005)
Bicara tentang iklan lowongan yang kreatif, tentu kita langsung teringat iklan-iklan lowongan biro iklan yang banyak kita temui di media seperti yang sedang Anda baca ini. Dengan media yang spesifik bagi mereka yang bergiat di indutri iklan, iklan lowongan biro iklan tersebut bisa menggunakan bahasa atau idiom yang spesifik sangat dimengerti sesama orang iklan. Bahkan, iklan lowongan tersebut digarap sekreatif mungkin dan ditargetkan menyabet award Pariwara. Namanya juga iklan cari orang kreatif (baik bidang kreatif, media atau account), masak iklannya nggak kreatif. Untuk media cetak ada beberapa iklan yang masih saya ingat; satu iklan yang menampilkan ekspresi seorang copywriter sedang menangis desperate nyari art director (kalau tidak salah biro iklannya FCB/Advis waktu itu).
Ada juga iklan lowongan yang memberikan case bagi peminatnya, seperti iklan Lowe yang meminta peminat mengirim jawaban “bagaimana membuat drakula menjadi peminum susu agar tak lagi jadi peminum darah”. Pemberi jawaban terbaiknya kini sudah bekerja di biro iklan itu. Kalau tidak salah ingat, ada juga biro iklan yang memanfaatkan format iklan telpon esek-esek. Sekarang mari membandingkan iklan lowongan biro iklan seperti di atas dengan iklan lowongan perusahaan non-biro iklan yang banyak muncul di koran dan majalah. Kebutuhannya sama, tapi mengapa iklan lowongan kerja perusahaan non-biro iklan yang hampir setiap hari kita lihat di surat kabar tampil biasa banget kalau nggak mau dibilang nggak kreatif banget?
Buat saya, jawabannya adalah karena proses rekruitmen bukan perkara gampang. Pertama, karena tujuannya untuk mencari tenaga kerja maka iklan lowongan pada umumnya dibuat dengan prinsip ‘kalo emang mereka cari kerja pasti akan ngeliat iklan gw’. Pemikirannya benar sekali dan memang kenyataanya demikian ‘orang yang butuh kerja akan mencari iklan lowongan pekerjaan’. Iklan lowongan sendiri merupakan bagian dari proses rekruitmen terbuka kebalikan dari cara tertutup. Cara tertutup sering dilakukan biro iklan, dari cari info sampai proses membajak yang diam-diam tanpa iklan. Apalagi, kalau tenaga baru yang diperlukan tidak banyak. Cara terbuka, yang banyak dilakukan oleh umumnya perusahaan (termasuk biro iklan yang memerlukan tenaga banyak) dengan iklan cetak di surat kabar dan majalah biasanya disertai persiapan tertentu. Meskipun posisi yang ditawarkan sedikit, bisa saja digunakan iklan. Seperti sering kita lihat untuk iklan lowongan yang mencari jabatan sangat strategis, seperti mencari CEO, Rektor atau jabatan direktorial lainnya. Dari kriteria yang ketat hingga next step-nya seperti wawancara. Karena, sekali tayang di media massa, minat yang membludag harus diantisipasi.
Lalu bagaimana dengan iklan lowongan di radio? Sejauh pengamatan saya, saya hanya mendengar iklan lowongan dalam format adlibs alias dibacakan oleh si penyiar. Kalau pertanyaannya kemudian; bisakah iklan lowongan kerja dibuat menarik/kreatif (seperti iklan produk lainnya) untuk medium radio? Tentu saja jawabannya; amat-teramat-sangat bisa! Kenapa? Karena kebutuhannya dan prinsipnya sama persis dengan mengkomunikasikan topik/produk lainnya. Yang perlu dilakukan sama dengan mengiklankan shampoo atau departemen store, yaitu menarik perhatian target (dalam kasus ini peminat/pencari kerja). Justru dengan berpikir menggunakan radio untuk mengiklankan lowongan pekerjaan, ini adalah suatu keputusan berani dan membuka banyak peluang. Maklum, medium radio masih agak dianak-tirikan untuk beriklan. Termasuk menganak-tirikan dalam artian belum dimanfaatkannya secara maksimal dalam eksplorasi kreatif. Padahal, meski yang Anda dapatkan ‘hanyalah’ bunyi, dengan biaya jauh lebih murah Anda bisa menghadirkan sebuah theatre of mind yang kalau dilakukan dengan iklan televisi akan menghabiskan biaya hingga angka milyaran rupiah. Harga untuk mendapatkan gambaran “Suasana perang kolosal jaman Majapahit di sebuah lembah” secara audio dengan media radio bisa tak sampai satu persen dari budget Anda melakukan shooting iklan dengan film.
Meskipun peluang mengiklankan lowongan kerja di radio terbuka lebar, meskipun saya sendiri belum pernah membuat iklan lowongan di radio, bagi saya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan akan saya pertimbangkan;
- Ekplorasi ide dan eksekusi bisa apa saja. Bisa dialog, bisa lebih menekankan sound design dll. Pemilihannya tentu harus direlevansikan dengan pesan dan tujuan beriklan. Karena situasi pencari kerja mempunyai kekhasan tersendiri, secara ide kita dapat mengangkat insight para pencari kerja. Kalau secara visual gambaran klasik pencari kerja adalah orang sedang membawa map di bawah terik matahari, kita mungkin bisa mencari gambaran lain yang lebih baru, lebih segar dan relevan secara audio. Atau, mengangkat alasan kenapa orang ingin kerja atau pindah kerja. Dari sini kita bisa memberi penekanan tentang apa yang dapat perusahaan ini kasih pada pencari kerja. Gaji lebih besarkah? Dari sini kita bisa bergeser ke apa yang bisa didapat dengan gaji lebih besar, rumah sendirikah (lawannya pondok mertua indah)? Liburan ke Hongkong kah? Tentu saja apapun ide dan eksekusinya harus unik, mengingat semakin banyak iklan radio yang ‘itu-itu-aja’ ide dan gayanya. Siapa tau iklan ini bisa menambah panjang daftar perolehan Adhi Citra Pariwara yang masih didominasi medium radio.
- For your ears only. Apapun ide dan eksekusinya iklan radio adalah bentuk iklan yang komunikasinya cepat. Meski “hanya” berbentuk bunyi, iklan radio bisa sangat imajinatif. Walaupun ia juga tak bisa dibaca ulang dan dibolak-balik seperti iklan cetak. Dan tidak seperti jaman kemerdekaan dimana orang secara khusus mendengarkan radio, sekarang umumnya pendengar menikmati radio sambil melakukan aktifitas lain; nyetir, baca, ngobrol, kerja dll. Sekali pukul, iklan radio harus langsung dapat memberi gambaran theatre of mind-nya. Kalau orang perlu atau suka iklan itu, orang rela bisa menunggu untuk mendengarnya lagi.
- Pemilihan radio yang tepat. Karena, kalau ide dan eksekusinya udah dahsyat tapi pemilihan saluran radionya nggak pas bisa sia-sia jadinya. Situasi khas atau penggunaan gaya bahasa tertentu mungkin saja jadi sumber ide. Misal, menggunakan duo Ari Daging-Desta untuk iklan lowongan yang tayang di radio Prambors. Dengan memahami psikografis pendengar, bisa jadi ide yang digarap memanfaatkan jenis radionya. Untuk jenis pekerjaan manager keuangan kita bisa memanfaatkan radio bisnis. Untuk tenaga sales produk rumah tangga, bisa jadi kita memanfaatkan radio dangdut.
- Call to action-nya harus simple. Kelebihan iklan lowongan di media cetak adalah pada detilnya. Ada posisi apa saja yang tersedia, kode jabatan, kriteria dan alamat. Karena itulah orang-orang yang sedang cari kerja atau orang yang hendak membantu teman/keluarganya mencari pekerjaan akan melingkarinya dengan pulpen/spidol atau bahkan mengguntingnya. Menutupi kelemahan ini, untuk medium radio tentu call to action-nya harus dibuat semudah mungkin. Bisa “lebih jelasnya klik www.blablabla.com”, bisa hubungin nomor 321sekian-sekian atau alamat yang mudah diingat. Kemudahan inipun belum tentu mudah mengingat orang mendengar radio dalam kondisi yang berlainan; ada yang di kamar mandi, di mobil, di dalam bus dll. Tentu, frekuensi tayang memegang peranan untuk mengatasi hal ini.
(Panata Harianja)
Kado Untuk Indonesia
8 years ago
No comments:
Post a Comment