Thursday, January 27, 2005

Soliloqui Kosong Tentang Nasib



Ada satu cerita bagus dari buku Anthony De Mello, seorang spiritualis Yesuit yang memilih mewartakan kabar baik dengan berceritera dari semua sumber spiritual. Mungkin cerita yang satu ini yang paling bagus, sampai-sampai dipilih dipasang di back cover buku berjudul Sejenak Bijak.

Seingat saya begini kira-kira ceritanya. Konon, di sebuah desa di Tiongkok sana, ada seorang petani tua dan anaknya. Suatu hari, seekor kerbaunya lepas dari kandang. Para tetangga menyampaikan rasa prihatinnya dengan mengatakan sungguh buruk nasib pak tua itu. Tapi pak tua tetap diam tenang menerima apa yang terjadi. "Nasib baik, nasib buruk...siapa tahu", jawabnya tenang. Beberapa hari kemudian kuda yang lari ke gunung itu kembali membawa sekawanan kuda liar lainnya. Tetangga pun datang mengungkapkan suka cita mereka. "Sungguh baik nasibmu", kata mereka. Tapi pak tua hanya menjawab, "Nasib baik, nasib buruk...siapa tahu..". Beberapa waktu setelah itu, anaknya jatuh saat mengurus kerbau mereka. Kakinya terluka hingga sulit berjalan. Kembali para tetangga menyampaikan rasa turut bersedih mereka dengan mengatakan, "Sungguh nasib yang buruk telah menimpamu...". Dan pak tua pun kembali membalas rasa sayang tetangganya dengan berkata, "Nasib baik, nasib buruk...siapa tahu..". Beberapa hari setelah itu, sepasukan tentara datang untuk merekrut para pemuda untuk dibawa ke ibukota menjadi tentara sukarelawan yang akan maju bertempur. Tetangga pak tua banyak yang anaknya harus direlakan pergi dan mungkin tak akan kembali hidup-hidup lagi. Melihat pak tua masih bersama puteranya mereka berkata, "Sungguh baik nasibmu...". Dan kembali pak tua hanya berujar, "Nasib baik, nasib buruk...siapa tahu..".

Sejak akhir tahun lalu, semua saluran televisi dipenuhi gambar-gambar memilukan tentang korban hidup dan korban tewas akibat bencana tsunami. Sampai hari ini saya tetap tak bisa tertawa bahkan tersenyum melihat gambar-gambar itu. Dan mau tak mau, meski sudah dihindari dengan cara apapun Rara, putri saya yang baru saja berulang tahun ke-2, akhirnya melihat dan terbiasa dengan gambar-gambar itu. Bukan mau menutupi kenyataan hidup, tapi saya harus punya jawaban yang tepat jika ia bertanya. Anak seusia sepertinya sangat punya banyak pertanyaan. Dan jawaban apapun yang kita berikan padanya akan melekat sampai ia dewasa, mungkin.

Apakah gambar-gambar itu bicara tentang nasib buruk atau nasib baik, saya tak tahu. Saya akhirnya hanya bilang, "kasihan ya mereka dek Rara..". Memilih kata kasihan pun saya tak yakin betul. Memilih kata itupun karena saya membandingkan keadaan saya dengan mereka. Lepas dari kata beruntung atau tidak, tentu saya lebih nyaman dari mereka. Dan tentu, mereka butuh lebih dari kasihan untuk bertahan hidup dan tak menyusul para sanak kerabat mereka.

Anak sekecil itu bisa merasakan kesedihan, mungkin. Tapi saya tak mau mengatakan lebih dari itu. Saya tidak mau mengatakan bahwa semua peristiwa itu akibat alam yang murka. Saya tidak mau mengatakan bahwa semua peristiwa itu akibat Tuhan yang sedang marah. Karena saya tahu bahwa Tuhan tidak seperti saya yang pemarah. Saya tidak akan mengatakan bahwa para korban telah mati syahid dan masuk surga, karena urusan itu saya tak tahu persis meski saya percaya arwah para korban telah ada dalam asuhan Tuhan. Tuhan yang dengan cara dan hukumnya selalu memberi yang terbaik bagi yang hidup dan yang mati.

Saya tidak mau mengconditioningkan Rara tentang cara berpikir yang telah ditanamkan pada saya yang kerap menempatkan Tuhan seperti mahluk seperti kita yang tukang merajuk, pemarah, bete-an, angkuh dan kejam.

Mungkin Tuhan hendak mengatakan sesuatu lewat semua ini. Mungkin juga, Tuhan dan alam telah mengatakan sesuatu sebelum semua ini terjadi. Mungkin masalahnya, adakah kita mendengar? Mungkin itu sebabnya kenapa saya lebih suka mengucapkan "semoga kita beserta Tuhan" ketimbang "semoga Tuhan beserta kita".

Tuhan kita, Tuhan Anda dan saya, konon tak pernah meninggalkan kita. Tuhan kita tentulah tak sekejam sangkaan kita. Karenanya juga saya lebih senang mengganti syair lagu Bimbo kalau ikut bernyanyi saat lagu itu muncul di radio, "Aku dekat Engkau dekat, aku jauh Engkau dekat...".


Teriring doa buat semua yang tertimpa bencana....mari terus bantu mereka.

No comments: